Chrome Pointer

Jumat, 19 September 2014

[FANFICT] First Love (Inspired by @S_NadseJKT48)



Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Fajar adalah seorang pemuda dari keluarga sederhana, berparas tampan dan lemah lembut. Dia berhasil memasuki sekolah tingkat atas yang tergolong elite dengan beasiswa. Kini Dia duduk di kelas 2 SMA jurusan IPA bersama teman dekatnya yaitu Oka seorang pemuda dari keluarga ekonomi menengah atas. Kelas 2 melukiskan warna dalam hidupnya karena di masa inilah cerita cinta pertama menghampiri lembaran hari-hari yang Dia lewati.
Awalnya Fajar tak menduga merasakan hal yang teman-teman seumurannya rasakan apalagi kalau bukan cinta, perasaan yang pertama kali Dia rasakan dalam hidupnya. Pertemuan dengan Nadse, anak terpopuler serta primadona di sekolah telah membuat hidupnya berwarna.
Perkenalannya dengan Nadse bermula saat pelajaran olah raga lari jarak jauh yang berjarak ± 10 KM melewati rute yang sudah ditentukan guru olah raga. Saat itu, Dia berlari jauh dari ketiga temannya seperti Oli, Razaqa dan Fauzan.
Tak disangka di tengah-tengah perjalanan Dia dikejutkan dengan suara teman satu kelasnya Nadse yang berteriak meminta tolong. Dia menghampiri Nadse yang terjatuh karena terserempet mobil Kijang Innova berkecepatan tinggi. Melihat itu, Dia mencoba mencari pertolongan.
“tolong… tolong!” teriak Fajar panik.

Orang-orang di sekitar tempat kejadian menghampiri Mereka dan mencarikan kendaraan untuk mengantar mereka ke sekolah. Fajar dan Nadse menaiki mobil pick up milik warga untuk kembali ke sekolah mereka.
Sesampainya di sekolah, Pak Beno guru olah raga beserta teman lainnya membawa Nadse ke UKS :'( karena luka yang diderita tak begitu parah hanya lecet-lecet saja. Setelah luka Ninda selesai diobati, Fajar meminta izin untuk meninggalkannya di UKS. Dia merasa canggung berada di sekitar cewek-cewek populer.
“Nad.. gue keluar dulu ya? Mau ganti pakaian, gue harap Lu bisa cepet sembuh” ucap Fajar gugup sebelum meninggalkan Nadse.
“iya nggak apa-apa kok. thanks ya, tadi dah nolongin gue.” Balas Nadse seraya tersenyum menatap Fajar.
Mendengar itu, teman-teman Nadse meledeknya dengan berbagai kata salah satunya yang selalu Dia ingat.
“ciye… ciye… perhatian banget sich? Jangan-jangan ada cinta dalam hati. Siapa tahu kalian berdua bisa pacaran kan cinta datang dari mana saja dan kapan saja” ledek Sinka teman dekat Nadse yang merupakan bagian dari genk populer.
“Lu, bisa aja Sep. Kan gue Cuma nolongin Nadse aja, masa iya sampe segitunya.” Kata Fajar tersipu malu mendengarnya.
“iya nih, Sinka lebay banget.” Balas Nadse.
“gue nggak lebay kok, emang bener dari tatap mata kalian ada yang aneh. Seperti ada rahasia rasa yang tersimpan.” Ucap Sinka meyakinkan Fajar dan Nadse.
“udah… udah, nggak usah ngaco lagi Sin, kasihan tuh Fajar yang nggak jadi keluar-keluar.” Sahut Vanka yang sedang asik memainkan handphonenya.
Semenjak kejadian itu, Nadse sering mengajak Fajar bermain ke rumahnya dan selalu berkomunikasi baik melalui handphone atau jejaring sosial lainnya. Kedekatan inilah yang membawa Fajar merasakan perasaan yang selayaknya anak muda rasakan apalagi kalau bukan cinta. Dia mulai merasakan hal yang berbeda dalam diri dan hatinya bahkan tiap detik bayangan Nadse hadir menghantuinya.
“kenapa ya? Kalau dideket Nadse, gue selalu ngrasa ada yang mengganjal, apa ini yang dibilang cinta” gerutunya dalam hati sambil berbaring di tempat tidur.
“oh inikah cinta, rasanya cinta terasa bahagia saat jumpa dengan dirinya.” Spontan Fajar menyanyikan sedikit lirik lagu.
Suatu pagi Fajar menemui Oli, Dia berniat curhat tentang perasaan yang semakin hari makin menyiksa diri. Ditemuinya Oli di ruang perpustakaan, disana Fajar memulai ceritanya dari awal sampai akhir.
Tanpa diduga ternyata Oli memberi semangat serta meyakinkan Fajar agar Dia berani mengungkapkan itu semua pada Nadse. Akhirnya Fajar memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya pada Nadse di lapangan basket setelah pulang ekstrakurikuler.
Fajar mengirimkan pesan singkat melalui HP ke Nadse yang berisi Dia ingin bertemu dengannya nanti sore di lapangan basket sepulang ekstrakurikuler. Tak terasa waktu yang dinanti pun tiba, pikiran Fajar menjadi kacau balau jantungnya berdegub tak beraturan menanti kedatangan Nadse. Dia dikejutkan suara lembut dari belakangnya yaitu suara Nadse.
“bengong aja. Maaf, lama tadi ada urusan bentar. Btw Lu mau ngomong apa sich? Kelihatannya serius banget?” sapa Nadse berdiri di dekatnya.
“ya gak apa-apa telat bentar ini. Gue emang mau ngomong serius bahkan lebih dari serius” ucap Fajar sedikit bergurau (wkwkw).
“ya udah ngomong aja gue dengerin kok” balas Nadse jadi penasaran.
Spontan Fajar memegang tangan Nadse, Dia mulai mengatur nafas untuk memulai pembicaraannya.
“Nad… gue mungkin salah memiliki rasa ini dan gue bukanlah sosok sempurna seperti yang Lu inginkan tapi rasa ini bila dipendam semakin menyiksa diri. Hari ini disini gue mau jujur tentang perasaan ini. Lu, mau nggak jadi penguasa hati gue sekaligus pacar pertama?” ungkap Fajar penuh kesungguhan dan harap cintanya bisa terbalas.
“Jar… cinta itu terlahir untuk siapa saja tanpa kecuali. Cinta mengalir tanpa kita duga. Jujur selama ini gue juga memendam rasa yang sama buat Lu. gue juga ingin Lu jadi pacar pertamaku” ungkap Nadse berseri-seri.
Sejak saat itu, Fajar dan Nadse resmi berpacaran namun hubungan mereka berjalan rahasia (back Street) tanpa ada satu pun orangtua mereka tahu.
Hari terus berganti, kisah demi kisah terangkai mengisi perjalanan cinta mereka. Hubungan cinta mereka telah berjalan 8 bulan sampai akhirnya mereka naik kelas 3 SMA.
Kelas 3 SMA, masa yang perlu kekonsentrasian menuju Ujian Nasional dan di masa inilah cinta Fajar mendapat badai dari orang ke tiga serta ke dua orangtua Nadse. Pertemuan Nadse dengan siswa baru yang bernama Hanif yang ternyata teman SMP-nya membuat kisah cintanya dengan Fajar di ambang pintu kehancuran.
Hanif siswa baru yang ternyata menyimpan perasaan pada Nadse mencoba menghancurkan hubungan cintanya dengan Fajar. Hanif merasa dirinya lebih pantas menjadi pacar Nadse dibandingkan Fajar.
Sepulang sekolah ketika Fajar dan Nadse sedang asyik mengobrol tiba-tiba Bagus menghampiri mereka.
“kelihatannya lagi asyik nih. Kenalin nama gue Hanif anak kelas 3 IPS 2, gue temen SMP Nadse. Kebetulan rumah gue ama Nadse berdekatan. Kalau gue boleh tahu Lu siapanya Nadse?” seraya mengulurkan tangan.
“gue Fajar pacarnya Nadse” menyambut uluran tangan Hanif.
“oh… Lu cowoknya Nadse.” Jawab Hanif ketus. Rasanya tak percaya Nadse bisa jatuh hati pada cowok yang tak sederajat dengannya.
Mendengar itu, hati Hanif seperti tercabik-cabik, sirna sudah harapan bisa bersama Nadse sosok yang sejak dulu Dia impikan. Merasa tak bisa menerima kenyataan Hanif meninggalkan Nadse dan Fajar.
Di rumah, Bagus memutar otaknya mencari jalan untuk memisahkan Nadse dengan Fajar. Tanpa disangka terbersit ucapan Om Hendra ayah Nadse yang mengatakan anaknya belum memiliki pacar, Hanif berpikir kalau hubungan Nadse dan Fajar berjalan backstreet dan berencana membongkar itu semua.
Sore itu, Hanif menemui Ayah Nadse di rumahnya. Kebetulan sore itu Nadse belum pulang sekolah. Kesempatan ini tak disia-siakan Hanif untuk membongkar hubungan Nadse dan Fajar dengan harapan cintanya bisa terbalas.
“selamat sore om, maaf ganggu waktu om” sapa Hanif dengan sopan.
“santai saja Nif, kebetulan om juga nggak sibuk. Oh ya, ada apa? Mau mencari Nadse ya?” jawab Om Hendra seraya meledek Hanif
“om ini bisa saja, saya tidak mencari Nadse Om, tapi saya mau bercerita sesuatu yang pasti om kaget mendengarnya”
“sesuatu? Apa maksudmu Nif?” bertanya-tanya.
“begini om, om pasti belum tahu kalau anak om yang bernama Nadse sudah memikili pacar”
“pacar? Ah.. kamu pasti bercanda Nif. Kalau kamu memang benar, sejak kapan Nadse berpacaran dan siapa pacarnya?”
“sampai detik ini sudah 10 bulan lah om, pacarnya bernama Fajar, dia tergolong siswa dari golongan bawah di sekolah kami” cerita Hanif dengan penuh antusias.
“apa? Nadse pacaran? Berani sekali Dia membohongi ayahnya sendiri.” Kata Om Hendra kesal mendengarnya.
Om Hendra merasa tak percaya kalau anak kesayangannya tega membohonginya. Melihat ekspresi Om Hendra, Hanif merasa puas Dia pamit pulang karena takut Nadse mengetahui aksinya.
Malam itu ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah, Om Hendra memulai pembicaraannya. Dia mengutarakan rasa kecewanya pada Nadse dan meminta Dinda untuk menyudahi hubungannya dengan Fajar jika tidak Dia akan dipindah sekolah.
Keesokan harinya, Nadse mengajak Fajar ke taman sekolah disana Dia menceritakan semua perkataan ayahnya. Teriris hati rasanya mendengar itu semua. Sambil mengusap air matanya, Fajar mencoba menegarkan hatinya.
“sudah, mungkin apa yang dibilang ayahmu memang benar. Kita masih muda cinta kita mereka pandang cinta monyet dan status sosial kita jauh berbeda, mungkin ayahmu ingin yang terbaik untukmu. Aku bisa terima itu” kata Fajar menegarkan hati yang mulai teriris perih.
“lalu kamu memilih untuk menyudahi ini semua? Semudah itukah Jar? Apa kamu tak berfikir untuk memperjuangkan cinta kita?” balas Nadse kecewa dengan perkataan Fajar yang seolah-olah tak memperdulikannya.
“takkan mudah melupakan apa yang sudah kita lalui. Tapi mungkinkah ayahmu mau menerima keadaanku?” ucap Fajar pasrah, ekspresinya berubah dingin.
“apa salahnya kamu mencoba bicara baik-baik dengan ayahku meski akhirnya tak seperti yang kita inginkan” kata Nadse mendesak Fajar yang terlihat pasrah menerima semua ini.
“oke kalo itu mau kamu, aku akan coba lakuin itu.” balas Fajar menenangkan hati Nadse.
Sepulang sekolah, Fajar memberanikan diri mengunjungi rumah Nadse, Dia bermaksud menemui Ayah Nadse untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi. Sesampainya disana Fajar tidak mendapat perlakuan yang menyenangkan dari Om Hendra.
Pembicaraannya dengan Om Hendra tak membuahkan hasil yang baik, Om Hendra tetap teguh pada pendiriaannya dan meminta Fajar tidak melanjutkan hubungannya, alasannya memang bukan materi tapi usia mereka yang belum sepantasnya berpacaran. Entah apa maksud yang disembunyikan Om Hendra mungkin ini cara yang halus untuk meminta Fajar putus dengan anaknya.
Singkat cerita, keesokan harinya Fajar menemui Nadse di taman kota, mereka sudah berjanji akan bertemu disana. Perasaan Fajar menjadi biru waktu itu, Dia tak menyangka cinta pertamanya akan kandas seperti ini.
Di bangku taman, Fajar dan Nadse saling berhadapan dengan perasaan sedih dan tak menentu bercampur menjadi satu. Setelah menarik nafas panjang Fajar memulai pembicaraannya.
“Nad… apa yang dikatakan ayahmu benar, kita masih muda mungkin belum saatnya kita menjalin cinta yang sebenarnya apalagi kita sudah beranjak kelas 3, kita harus mementingkan sekolah. Mungkin hubungan kita memang harus diakhiri tapi yakinlah jika kita memang berjodoh tentu kita akan dipertemukan kembali di lain hari nanti” ucap Fajar merendah seraya menatap tajam Nadse yang tak kuasa menahan air matanya.
“Jar… memang masa depan kita masih panjang tak mungkin kita hancurkan masa depan itu dengan masalah yang mungkin bisa menggangu kita di sekolah. Meski sebenarnya aku belum bisa menerima kenyataan ini, tapi aku juga nggak mau jadi anak durhaka, aku terima keputusanmu tuk mengakhiri hubungan ini. Mungkin suatu hari nanti kita bisa bersatu kembali” jawab Nadse terisak-isak menahan pilu.
Setelah peristiwa itu, hubungan Fajar dan Nadse hanya sebatas teman biasa. Mereka tak menyimpan rasa sedih yang berkepanjangan dan menjalani hari-hari mereka seperti biasa. Usaha Bagus untuk mengambil hati Nadse pun sia-sia karena Dia telah menutup pintu hatinya.
Suatu pagi, saat Hanif dan Nadse berangkat bersama ke sekolah. Hanif mencoba-coba mencari jalan untuk mengambil hati Nadse.
“Nad… Lu nggak ada niat cari cowok baru lagi? Lagian mau sampe kapan Lu menjomblo? Gue juga mau jadi pengganti Fajar di hati Lu kok” rayu Hanif dengan lemah lembut.
“nggak ah, Nif. Gue mau konsen ke ujian aja, gue juga belum ada niat cari cowok baru, makasih buat tawaran Lu, tapi gue belum tertarik” pergi meninggalkan Hanif.
“ah.. sial. kenapa sih Lu nggak pernah bisa lupain Fajar? Apa coba yang menarik dari Dia” gerutu Hanif sendiri dengan rasa kecewa mendengar jawaban Nadse yang menolaknya.
Sejak saat itu pula Nadse maupun Fajar tak terlihat memiliki pasangan, mereka menjomblo hingga lulus SMA. Dalam hati mereka masih menyimpan rasa yang dulu pernah ada serta harapan bisa bersama lagi di lain hari.
by : @mhmd_fjr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar