"Kalian bermain
sangat bagus hari ini. Bapak bangga pada kalian. Fajar, di pertandingan
selanjutnya, bapak akan memainkan kamu dari babak pertama. Bapak tidak
meragukan kamu lagi.." kata pelatih.
"Apa pak? Nggak ah. Pertandingan ini yang pertama dan yang terakhir kalinya. Lagi pula saya mau ikut karena Ibu saya bilang kalau cewek dari SMA musuh kita ini cantik-cantik. Awalnya sih nggak percaya, tapi akhirnya saya coba, dan ternyata benar. Kalau bukan karena itu mana mau saya ikut.." jelas Fajar.
"Ternyata itu alasannya? Pantas saja. Waktu di danau dulu dia marah banget, tapi akhirnya dateng. Jadi karena ini? Sial.." pikir Fauzan.
Semua anggota disana seolah tidak percaya. Jadi hanya karena alasan ingin melihat cewek cantik, anak itu mau ikut. Ia juga tidak serius ingin membantu sekolahnya, hanya karena cewek. Karena cewek? Memang anak yang aneh.
"Hhahaha. Jadi kamu mau ikut karena itu? Kalau kamu memang tidak ingin ikut di pertandingan selanjutnya, bapak tidak akan memaksa. Tapi kapanpun kamu ingin bermain, bapak dan tim akan menerima kamu.." kata pelatih.
"Hmm.." kata Fajar singkat.
"Apa pak? Nggak ah. Pertandingan ini yang pertama dan yang terakhir kalinya. Lagi pula saya mau ikut karena Ibu saya bilang kalau cewek dari SMA musuh kita ini cantik-cantik. Awalnya sih nggak percaya, tapi akhirnya saya coba, dan ternyata benar. Kalau bukan karena itu mana mau saya ikut.." jelas Fajar.
"Ternyata itu alasannya? Pantas saja. Waktu di danau dulu dia marah banget, tapi akhirnya dateng. Jadi karena ini? Sial.." pikir Fauzan.
Semua anggota disana seolah tidak percaya. Jadi hanya karena alasan ingin melihat cewek cantik, anak itu mau ikut. Ia juga tidak serius ingin membantu sekolahnya, hanya karena cewek. Karena cewek? Memang anak yang aneh.
"Hhahaha. Jadi kamu mau ikut karena itu? Kalau kamu memang tidak ingin ikut di pertandingan selanjutnya, bapak tidak akan memaksa. Tapi kapanpun kamu ingin bermain, bapak dan tim akan menerima kamu.." kata pelatih.
"Hmm.." kata Fajar singkat.
Maka mereka pun lalu bersiap untuk pulang ke sekolah dengan kabar baik. Seperti awal berangkat, saat pulang pun Fajar tetap saja mual di bus dan tidur karena hal itu. Dan tidak terasa, mereka sudah sampai di sekolah. Seperti awal juga, Fajar langsung turun dari bus dan mencari tempat untuk muntah. Maka para murid di SMA nya pun langsung mentertawainya karena hal itu. Namun Fajar tak peduli akan hal itu.
"Jangan mentertawainya. Kalau bukan karena anak itu, tim kita mungkin kalah hari ini.." kata pelatih pada murid-murid yang mentertawai Fajar dengan senyumnya.
Murid-murid pun lalu terdiam. Dan gosip itu pun langsung tersebar cepat di sekolah. Fajar yang dicari oleh beberapa orang di sekolah itu ternyata sudah tidak ada disana. Ia pulang dengan loncat dinding belakang sekolah, padahal belum waktunya jam pulang.
"Sial sekali hari ini. Mual-mual terus. Tapi yang penting aku dapet nomernya para cheer leader tadi. Namanya siapa ya? Aduh lupa lagi. Nadski? Hmm, bukan. Nadsha? Hmmm. Kayaknya juga bukan. Lihat hp ah.. Nah, iya Nadse. Hhahahaha. Bisa sampai lupa gini.. Apa aku sms aja ya? Hhihi.." pikir Fajar sambil tiduran di pinggiran danau dekat sekolahnya.
Hallo Nadse? Inget nggak sama aku? Hhihii..
Fajar mengirim sms itu ke Nadse. Lalu ia tiduran sambil melihat langit biru. Beralaskan tas, ditemani sekaleng minuman soda, ia sudah merasa nyaman berada disana. Sepuluh menit kemudian, ia mendapat sms.
"Nah ini, pasti dari Nadse. Hhihi. Deg-degan aku. Hhaha.."
Ketika dibuka sms nya..
Bro, dimana? Ada acara makan-makan nih dikantin, buat ngerayain kemenangan kita. Cepet kesini!
Fajar membaca sms itu dengan muka penuh kesal. Ia mengira itu Nadse, tapi ternyata sahabatnya Fauzan.
"Njir! Udah berharap baik juga. Sial.." batin Fajar.
Tak lama kemudian, hp nya berdering lagi.
"Nah kalau yang ini pasti Nadse. Hhahaha.."
Cepet bro ke sini! Semua anak-anak nungguin. Pelatih juga..
Melihat itu, Fajar pun semakin kesal. Dua kali dugaannya salah. Selang beberapa menit, hp nya kembali berdering.
"Palingan juga dari monyet sekolahan. Males ah aku bukanya.. Eh, tapi kalau Nadse gimana ya? Hmmm. Nggak, pasti bukan.."
Fajar pun tetap membuka hp nya, dan kali ini dari Ibunya.
Nak, nanti kalau kamu pulang, Ibu titip belikan roti bakar ya? Ibu udah lama nggak makan itu. Terima kasih.
"Aaaarrrgghh!! Dari tadi sms yang masuk nggak mutu semua! Sialan. Nadse.. Ayo dong bales sms aku.."
Kali ini hp nya berdering, tapi bukan sms, melainkan telpon.
"Eh, ini ada telpon? Tapi kok nggak ada namanya ya? Hmm. Pasti nggak mutu lagi nih. Biarin ah.."
"Yaahh, kok nggak diangkat sih.." kata Nadse dari luar telpon.
Nadse mencoba menelpon lagi.
"Ini siapa lagi sih? Kok nomernya kayak tadi ya? Hmm. Angkat deh.."
"Hallo.."
"Iya hallo. Siapa ini?"
"Ini aku Nadse. Kok tadi malah nggak diangkat sih?"
"Eh, Nadse? Beneran? Bukan Ibu ku kan? Bukan Ikhsan? Bukan Fauzan?"
"Jelas bener Nadse lah. Masak kamu nggak kenal suara aku.."
"Hhehe. Iya iya. Maaf, tadi aku sms kamu. Nah, ada sms masuk banyak dan berulang. Aku kira kamu, ternyata bukan. Nah ada telpon, makanya aku diemin. Eh, ternyata malah kamu. Hhahahaa.."
"Ohh.. Kenapa kamu sms aku?"
"Hhehe, nggak papa sih. Kamu kenapa telpon aku?"
"Malah nanya balik. Aku nelpon kamu itu karena aku mau tahu kenapa kamu sms aku. Hp ku lowbat, tapi aku sempet baca sms kamu. Jadi aku pakai telpon rumah.."
"Ohh. Hhehe, kalau gitu alasan aku sms kamu itu biar kamu mau telpon aku. Hhahaha.."
"Yeeee, nggak masuk akal.."
Mereka pun lama mengobrol ke sana sini. Membicarakan banyak hal dan berkenalan lebih dekat lewat telpon. Setelah sekitar setengah jam telpon, mereka berhenti dan menyudahi pembicaraa itu. Fajar sangat merasa senang akan hal itu. Ia berharap, itu akan menjadi pertanda baik untuknya.
Maka Fajar dan Nadse pun berkenalan dan semakin dekat hari demi hari. Sudah sebulan mereka berteman baik. Fajar pun juga menceritakan hal itu kepada sahabat-sahabatnya.
"Apa? Jadi udah deket nih sama si Nadse?" tanya Fauzan kaget.
"Iya dong bro. Hhaha.."
"Wah, congrats ya bro. Semoga pacaran deh. Hhaha.." kata Yunanda.
"Amin, amin. Hhaha.."
"Kalau gitu, traktir makan dong?" pinta Arya.
"Iya bro. Hitung-hitung perayaan progress lah. Hhaha.." tambah Ikhsan.
"Njiirr! Kagak mau. Belum juga jadian udah pada minta traktir. Enak banget.." kata Fajar.
"Hhahaha. Kalau jadian, traktir kita ya broo.." kata Fauzan.
"Kalau jadian yaa. Hhaha.." kata Fajar.
Mereka semua pun terus berbincang hangat. Sebagai sahabat, mereka saling support satu sama lain. Karena malam minggu, mereka berada di resto itu sampai larut malam. Yunanda, Ikhsan, Arya, dan Fauzan rela tidak bermalam minggu dengan pacarnya masing-masing karena mereka tahu Fajar lebih membutuhkan teman berbincang saat itu. Lagi pula mereka merasa lebih baik jika berada dan mengobrol bersamanya sebagai seorang sahabat.
Setelah merasa puas mengobrol, mereka semua pun pulang. Menanti hari minggu esok..
(skip)
Maka hari minggu pun tiba. Fajar yang ingat dirinya punya janji dengan Nadse segera bangun dan bersiap untuk itu. Setelah selesai, ia pun berangkat. Ketika ia sampai di tempat yang ditentukan, ternyata Nadse sudah menunggu disana.
"Eh, maaf ya telat. Hhehe.."
"Nggak papa kok. Ayo!"
"Eh, mau kemana? Bukannya mau makan disini ya?"
"Hhehe, bukan. Aku mau ke mall aja. Ayoo.."
"Iyyaa, iyaaa.."
"Untung aku nggak lupa bawa dompet kali ini. Jadinya kalau dia minta apa, aku bisa beliin. Huh.." pikir Fajar.
Sesampai di mall, mereka pun pergi untuk memilih kalung.
"Bagus nggak kalau ini?"
"Kalung? Buat siapa?"
"Buat aku dong. Siapa lagi?"
"Hmm. Mending yang itu aja tuh.." saran Fajar sambil menunjuk ke salah satu kalung.
"Coba mbak, lihat yang itu." kata Nadse.
"Ini.." kata penjualnya.
"Ini bagus? Bagus gimana?" tanya Nadse.
"Bentar. Eh, mbak. Ini kalungnya bisa di ukir nama sendiri kan?" tanya Fajar.
"Bisa kok. Malah kalung ini memang untuk itu.."
"Nah, tuh. Beli aja yang ini, terus di ukir namamu.."
"Iya yaa? Kayaknya keren deh. Hhehe. Yaudah mbak, yang ini ya.." kata Nadse.
"Mungkin jadinya sekitar satu jam lagi yaa.."
"Apa mbak? Satu jam? Lama banget sih.." kata Fajar.
"Iya, soalnya kan ini perak. Jadi ukirannya harus hati-hati.."
"Hmm.." kata Fajar.
"Iya mbak, nggak papa kok. Nanti kita kesini lagi yaa.."
"Iyaa.."
"Yaudah yuk, kita makan dulu." ajak Nadse.
"Hhihi, itu yang aku tunggu dari tadi." kata Fajar.
"Dasar kamu.."
Mereka pun lalu mencari makan. Mereka menemukan resto pizza di mall itu. Maka mereka pun memutuskan untuk makan pizza disana.
"Ini pizza nya. Silahkan menikmati.." kata pelayan disana.
"Terima kasih.." kata Nadse.
"Yummyy. Hhahaha." ucap Fajar.
Fajar langsung memakan itu. Ia tidak menggunakan garpu dan pisau yang disediakan. Ia menggunakan tangannya. Lalu ia melihat cara Nadse makan..
"Ini anak ngapain sih? Apa enaknya makan pizza kayak gitu?" pikir Fajar.
"Eh, Nadse kamu makan pizzanya kayak gitu?"
"Iya dong. Makan pizza kan emang enak pakai garpu dan pisau gini.."
Fajar lalu menyingkirkan garpu dan pisau itu.
"Udah, makan pakai tangan kayak aku nih loh. Cepet, cobain.." kata Fajar sambil menunjukkan caranya makan.
Nadse pun sedikit kaget akan hal itu. Ia pikir itu norak, tapi ia mencobanya.
"Hhihii, iya. Ternyata
enak gini ya? Nggak ribet. Bisa masuk mulutnya banyak juga. Hhehe.." kata Nadse.
"Nah, makanya. Nggak usah berlaku kayak bangsawan atau orang desa, pilih aja mana yang enak dan nyaman. Hhahaha.."
"Iyaa.."
Selesai makan, mereka pun kembali ke toko kalung tadi dan mengambil kalung untuk Nadse itu.
"Berapa mbak?" tanya Nadse.
"Udah, aku aja yang bayar." sela Fajar.
"Loh kok?"
"Kamu kan traktir aku pizza, aku traktir kamu kalung. Impas kan? Hhaha. Ini ya mbak uangnya. Semoga tokonya makin laris ya. Hhihi.."
"Terima kasih yaa.." kata penjual toko itu.
Mereka lalu pergi dari toko itu.
"Aku jadi nggak enak sama kamu Jar. Harganya kan lebih mahal dari pizza.."
"Udah, lupain aja. Asal kamu mau pakai kalung itu tiap hari, hutang kamu lunas kok. Hhahaa.."
"Makasih yaa.."
Fajar terkaget sejenak mendengar itu.
"Hhehe, sama-sama.."
"Hmm. Apa ini artinya Nadse mau jadi pacar aku ya? Hhahaha. Jalanin dulu aja deh.." pikir Fajar..
Mereka lalu pulang kerumah masing-masing. Sampai dirumah.
“Jar, apa kamu udah dirumah?”
Fajar pun membalas sms dari Nadse itu.
“Udah kok. Mau tidur nih. Capek, jalan-jalan ma kamu. Hhahaha :p”
Nadse tersenyum melihat itu, lalu membalas.
“Take a rest yaa. Thanks buat hari ini. Aku seneng banget..” (cieeee wkw)
Belum sempat membaca sms Nadse yang terakhir, Fajar pun sudah tertidur pulas. Sementara itu, Nadse menunggu sms balasan dari Fajar. Cukup lama menunggu, tapi tidak dibalas..
"Hmm. Dia pasti udah tidur. Hhehe. Yaudah deh.." pikir Nadse lalu meletakan hp nya.
~ Tunggu Part Selanjutnya ~
"Nah, makanya. Nggak usah berlaku kayak bangsawan atau orang desa, pilih aja mana yang enak dan nyaman. Hhahaha.."
"Iyaa.."
Selesai makan, mereka pun kembali ke toko kalung tadi dan mengambil kalung untuk Nadse itu.
"Berapa mbak?" tanya Nadse.
"Udah, aku aja yang bayar." sela Fajar.
"Loh kok?"
"Kamu kan traktir aku pizza, aku traktir kamu kalung. Impas kan? Hhaha. Ini ya mbak uangnya. Semoga tokonya makin laris ya. Hhihi.."
"Terima kasih yaa.." kata penjual toko itu.
Mereka lalu pergi dari toko itu.
"Aku jadi nggak enak sama kamu Jar. Harganya kan lebih mahal dari pizza.."
"Udah, lupain aja. Asal kamu mau pakai kalung itu tiap hari, hutang kamu lunas kok. Hhahaa.."
"Makasih yaa.."
Fajar terkaget sejenak mendengar itu.
"Hhehe, sama-sama.."
"Hmm. Apa ini artinya Nadse mau jadi pacar aku ya? Hhahaha. Jalanin dulu aja deh.." pikir Fajar..
Mereka lalu pulang kerumah masing-masing. Sampai dirumah.
“Jar, apa kamu udah dirumah?”
Fajar pun membalas sms dari Nadse itu.
“Udah kok. Mau tidur nih. Capek, jalan-jalan ma kamu. Hhahaha :p”
Nadse tersenyum melihat itu, lalu membalas.
“Take a rest yaa. Thanks buat hari ini. Aku seneng banget..” (cieeee wkw)
Belum sempat membaca sms Nadse yang terakhir, Fajar pun sudah tertidur pulas. Sementara itu, Nadse menunggu sms balasan dari Fajar. Cukup lama menunggu, tapi tidak dibalas..
"Hmm. Dia pasti udah tidur. Hhehe. Yaudah deh.." pikir Nadse lalu meletakan hp nya.
~ Tunggu Part Selanjutnya ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar