Fajar mengambil tasnya
dan kembali ke kelas. Saat ia kembali, ia pun bertemu lagi dengan Andela. Ia
tersenyum sendiri dan menyapanya.
"Hallo Andeta.."
kata Fajar.
"Andeta? Namaku Andela kali.."
"Eh, iya ya? Wah salah, maaf. Hhehe..
"Udah pede-pedenya, salah lagi. Hhahaha.." ejek Andela.
"Hhaha. Maaf. Udah puas tadi di kamar mandi? Hhihii.."
"Ngapain sih tanya kayak gitu? Udah sana masuk, nanti di cariin guru loh kamu.." kata Andela sambil meninggalkan Fajar.
"Eh, tapi.." kata Fajar terputus.
"Sial. Baru juga mau kenal lebih lanjut, malah ditinggal.." batin Fajar.
"Ehem!"
"Eh, bapak. Hhehe.."
"Ngapain kamu berdiri tidak jelas disini? Cepat masuk kelas!" perintah pak guru.
"Iya pak. Tapi jangan jewer ya.. Lari.."
Fajar lalu lari ke kelas sambil berlari. Sampai di depan kelas ia berhenti. Ia merapikan baju dan rambutnya sambil membenarkan nafasnya yang masih ngos-ngosan. Setelah sudah benar, ia masuk ke kelas.
"Permisi pak.."
"Lama sekali kamu? Dari mana saja? Ke kantin dulu?"
"Eh, enggak pak. Tadi ketemu sama gadis yang lumayan di sekolah ini, ya saya kenalan sebentar pak. Sebentar banget tadi. Hhehe.."
Murid dikelas itu tertawa melihat kekonyolan Fajar.
"Bisa-bisanya kamu. Yaudah sana duduk dibangkumu.." perintah pak guru.
"Makasih pak. Bapak baik banget. Hhahaha."
"Jangan salah kamu. Nanti pulang sekolah temui guru BK. Jangan langsung pulang.." kata pak guru.
"Iya pak.." ucap Fajar.
"Nyesel aku puji pak guru. Sial." batin Fajar.
Pelajaran dimulai. Pak guru menuliskan soal di papan tulis. Semua murid mencatat dengan rajin. Namun Fajar justru menidurkan kepalanya di atas meja, namun ia tidak tidur. Ia hanya tiduran saja.
"Ada yang tahu jawaban dari soal ini?" tanya pak guru.
Semua murid diam. Soal yang diberikan tampaknya sulit.
"Tidak ada yang tahu? Elaine, kamu bisa?"
"Nggak pak. Saya coba menghitung, tapi nggak dapet.."
"Coba hitung lagi. Mungkin kurang teliti.."
Sementara itu..
"Eh, bro bangun. Pak guru ngasih soal sulit tuh. Bisa nggak?"
"Bangun apaan? Aku nggak tidur kali. Soal mana?"
"Tuh, nomer terakhir di papan tulis. Elaine aja sampai nggak bisa.."
"Hhahahahaha.." Fajar tertawa dengan keras.
Semua mata tertuju padanya. Saat semua sedang serius menghitung, Fajar justru tertawa tidak jelas.
"Geblek, malah ketawa. Diem woi!" kata Fauzan.
"Elaine, kamu nggak bisa ya soal terakhir itu? Hhihi, ayo ngaku.." kata Fajar.
Semua murid disana menyimak.
"Iya, aku nggak bisa. Soalnya sulit sih.." kata Elaine.
"Hhaha, berarti aku lebih pinter dong dari kamu. Iya kan? Hhaaha.."
"Emangnya bisa bro? Coba.." kata Ikhsan.
"Cerewet. Diem aja. Ikut campur segala. Hhaha.."
"Fajar! Jangan memancing keributan. Kalau kamu bisa cepat kerjakan!" perintah pak guru.
"Ah, nggak ah pak. Males aku pak. Bapak aja yang lebih pintar. Hhihi.."
"Jangan maca-macam sama bapak kamu. Cepat maju!"
"Fajar nggak bisa pak. Cuman sok aja dia.." kata Fauzan.
Semua murid menertawai itu.
"Apaan sih? Mulai cerewet kaya si Ikhsan. Dasar.." elak Fajar.
"Fajar! Cepat maju kalau bisa!" perintah pak guru.
"Iyaaa.."
Fajar pun maju. Mukanya lesu dan ada bekas lekukan bekas pensil di mukanya karena ia tiduran tadi. Ia mencoba mengerjakan soal yang diberikan oleh gurunya. Terdiam cukup lama membuat suasana di kelas hening. Lalu ia mulai menuliskan jawaban dengan rumus di papan tulis. Ia mengganti beberapa rumusnya menjadi rumus yang lebih sedikit. Setelah selesai, Fajar kembali ke tempat duduknya dan kembali tiduran seperti tadi. Tak seucap kata pun ia ucapkan.
"Andeta? Namaku Andela kali.."
"Eh, iya ya? Wah salah, maaf. Hhehe..
"Udah pede-pedenya, salah lagi. Hhahaha.." ejek Andela.
"Hhaha. Maaf. Udah puas tadi di kamar mandi? Hhihii.."
"Ngapain sih tanya kayak gitu? Udah sana masuk, nanti di cariin guru loh kamu.." kata Andela sambil meninggalkan Fajar.
"Eh, tapi.." kata Fajar terputus.
"Sial. Baru juga mau kenal lebih lanjut, malah ditinggal.." batin Fajar.
"Ehem!"
"Eh, bapak. Hhehe.."
"Ngapain kamu berdiri tidak jelas disini? Cepat masuk kelas!" perintah pak guru.
"Iya pak. Tapi jangan jewer ya.. Lari.."
Fajar lalu lari ke kelas sambil berlari. Sampai di depan kelas ia berhenti. Ia merapikan baju dan rambutnya sambil membenarkan nafasnya yang masih ngos-ngosan. Setelah sudah benar, ia masuk ke kelas.
"Permisi pak.."
"Lama sekali kamu? Dari mana saja? Ke kantin dulu?"
"Eh, enggak pak. Tadi ketemu sama gadis yang lumayan di sekolah ini, ya saya kenalan sebentar pak. Sebentar banget tadi. Hhehe.."
Murid dikelas itu tertawa melihat kekonyolan Fajar.
"Bisa-bisanya kamu. Yaudah sana duduk dibangkumu.." perintah pak guru.
"Makasih pak. Bapak baik banget. Hhahaha."
"Jangan salah kamu. Nanti pulang sekolah temui guru BK. Jangan langsung pulang.." kata pak guru.
"Iya pak.." ucap Fajar.
"Nyesel aku puji pak guru. Sial." batin Fajar.
Pelajaran dimulai. Pak guru menuliskan soal di papan tulis. Semua murid mencatat dengan rajin. Namun Fajar justru menidurkan kepalanya di atas meja, namun ia tidak tidur. Ia hanya tiduran saja.
"Ada yang tahu jawaban dari soal ini?" tanya pak guru.
Semua murid diam. Soal yang diberikan tampaknya sulit.
"Tidak ada yang tahu? Elaine, kamu bisa?"
"Nggak pak. Saya coba menghitung, tapi nggak dapet.."
"Coba hitung lagi. Mungkin kurang teliti.."
Sementara itu..
"Eh, bro bangun. Pak guru ngasih soal sulit tuh. Bisa nggak?"
"Bangun apaan? Aku nggak tidur kali. Soal mana?"
"Tuh, nomer terakhir di papan tulis. Elaine aja sampai nggak bisa.."
"Hhahahahaha.." Fajar tertawa dengan keras.
Semua mata tertuju padanya. Saat semua sedang serius menghitung, Fajar justru tertawa tidak jelas.
"Geblek, malah ketawa. Diem woi!" kata Fauzan.
"Elaine, kamu nggak bisa ya soal terakhir itu? Hhihi, ayo ngaku.." kata Fajar.
Semua murid disana menyimak.
"Iya, aku nggak bisa. Soalnya sulit sih.." kata Elaine.
"Hhaha, berarti aku lebih pinter dong dari kamu. Iya kan? Hhaaha.."
"Emangnya bisa bro? Coba.." kata Ikhsan.
"Cerewet. Diem aja. Ikut campur segala. Hhaha.."
"Fajar! Jangan memancing keributan. Kalau kamu bisa cepat kerjakan!" perintah pak guru.
"Ah, nggak ah pak. Males aku pak. Bapak aja yang lebih pintar. Hhihi.."
"Jangan maca-macam sama bapak kamu. Cepat maju!"
"Fajar nggak bisa pak. Cuman sok aja dia.." kata Fauzan.
Semua murid menertawai itu.
"Apaan sih? Mulai cerewet kaya si Ikhsan. Dasar.." elak Fajar.
"Fajar! Cepat maju kalau bisa!" perintah pak guru.
"Iyaaa.."
Fajar pun maju. Mukanya lesu dan ada bekas lekukan bekas pensil di mukanya karena ia tiduran tadi. Ia mencoba mengerjakan soal yang diberikan oleh gurunya. Terdiam cukup lama membuat suasana di kelas hening. Lalu ia mulai menuliskan jawaban dengan rumus di papan tulis. Ia mengganti beberapa rumusnya menjadi rumus yang lebih sedikit. Setelah selesai, Fajar kembali ke tempat duduknya dan kembali tiduran seperti tadi. Tak seucap kata pun ia ucapkan.
"Wah, ternyata bisa bro? Hebat.." sambut Fauzan.
"Bisa gila? Nggak nyangka sih tadi kalau soalnya seperti itu. Sulit juga, makanya tadi diem dulu mikir.."
"Tapi akhirnya bisa juga kan? Hhaha.."
"Beruntung juga sih aku. Hhaha.."
Pak guru mencocokan jawaban Fajar dengan jawaban yang ada di bukunya. Dan ternyata sama. Hanya saja rumus yang di tuliskan Fajar lebih mudah dari pada rumus yang ada di papan tulis. Pak guru pun tersenyum.
"Jawaban yang ada di depan tulis benar. Kalian boleh mencatatnya.." kata pak guru.
"Hah? Ciyuus? Fajar ternyata pintar ya? Elaine aja nggak bisa loh.."
"Iya, padahal anaknya juga kayak gitu, tapi otaknya.."
"Iya, aku nggak nyangka.."
Murid di kelas itu mulai menyadari kepintaran Fajar. Semua saling berbisik satu sama lain. Mereka yang awalnya menganggap Fajar sebagai pelawak dan pengusil kelas, kini mengakuinya. Mereka mulai merasa bersalah karena dari dulu banyak yang mengejek Fajar, mengucilkan Fajar dan sebagainya. Walau Fajar tak peduli akan hal itu, tapi sifat tak pedulinya itu terkadang membuat banyak murid semakin tidak suka padanya. Namun kini semua mulai berbalik.
"Pak boleh istirahat sekarang? Kan tinggal tiga menit? Saya laper banget pak, dari rumah belum makan.." pinta Fajar.
"Pantes dari tadi perutmu keroncongan. Hhaha.." ejek Fauzan.
"Diem Sen, cerewet.."
"Kalau kalian sudah selesai mencatat, boleh istirahat sekarang.." kata pak guru.
Fajar pun langsung keluar dari kelas dengan cepatnya sambil memegangi perutnya yang sudah minta di isi.
"Loh kamu mau kemana?" tanya pak guru.
"Yaa istirahat lah pak. Laper banget pak. Sumpah.."
"Kamu sudah selesai mencatat?"
"Nggak usah ya pak? Kali ini aja. Pleasee... Yang mengerjakan kan juga saya pak. Ya pak?" pinta Fajar melas.
"Ya udah sana. Makan yang kenyang.." pak guru mengizinkan.
Fajar langsung keluar kelas dan menuju ke kantin. Ia memesan makanan kesukaannya, yaitu nasi goreng. Tak lama kemudian, bell istirahat pun berbunyi. Semua murid juga ikut keluar kelas. Kantin yang tadinya hanya berisi satu murid, kini jadi sangat ramai.
"Sialan. Baru juga mau makan santai sendirian, monyet-monyet sekolah malah pada keluar kandang.." batin Fajar.
Saat sedang kesal karena kesenangannya terganggu, Ia melihat Andela di kantin. Ia bersama seorang gadis yang belum ia kenal. Dengan muka tersenyum usil dan siap mengganggu, ia menghampiri mereka.
"Hallo Andeta.." salam Fajar.
"Andeta? Siapa itu?" tanya gadis itu.
"Itu namaku. Anak ini pasti salah terus manggil namaku.." kata Andela kesal.
"Eh, ia ding lupa. Nama kamu Andela ya? Maaf, maaf, aku lupa lagi. Hhehe. Pesen apa kamu?"
"Aku pesen nasi goreng dua.."
"Dua? Buat kamu sama dia? Siapa dia Ndel?"
"Ohh, kenalin. Ini Michelle, dia murid kelas B.."
"Hmm. Kelas B ya? Berarti dulu temenan sama Fauzan dong?" tanya Fajar lagi.
"Iya, dulu aku temen sama Fauzan. Malah duduk satu meja. Kamu siapa namanya?" ucap Michelle.
"Sialan si Fauzan, kenal cewek cakeb nggak bilang aku. Awas nanti, aku jitak dia.." batin Fajar.
"Kok malah diem?" tanya Michelle lagi.
"Eh, iya. Aku Muhammad Fajar. Hhehe, panggil aja aku Fajar. Gini-gini aku murid kelas A loh. Uhuk.." kata Fajar bangganya.
"Fajar ya? Lucu namanya. Tapi nggak kayak muka kamu.."
"Hhahahaha.." Michelle dan Andela tertawa.
"Sial. Untung cewek, coba kalau cowok.." batin Fajar.
"Nak Fajar, ini nasi gorengnya udah jadi.." kata ibu kantin.
"Oh, iya bu. Makasih ya. Pesen dua lagi bu.." pesan Fajar.
"Untuk siapa nak? Masih kurang ya?"
"Hhahahaha.." Murid yang mendengar itu tertawa.
"Ah, ibu nih. Bikinin aja bu yang cepet. Udah laper banget nih.." kata Fajar.
"Makanmu banyak ya? Pantesan ngomongya banyak. Hhaha." ejek Andela.
"Udah diem aja. Nih, kamu bawa buat kamu sama Michelle. Sono pergi makan, jangan ejek aku lagi.."
"Hah? Beneran nih buat kita?" tanya Michelle.
"Pakai ditanya lagi. Udah sana bawa. Kalau bukan buat kalian, aku nggak akan pesen lagi.."
"Wah, terima kasih ya Jar. Kamu baik.." kata Michelle.
"Iya Jar, thanks ya.." kata Andela.
"Hmm. Giliran dibaikin baru muji.." batin Fajar.
Michelle dan Andela pun pergi ke meja makan dan memakan itu. Sementara murid lain melihati Fajar yang masih kelaparan memegang perutnya.
"Bu, cepetan bu. Laper banget aku.."
"Salah sendiri nak Fajar ngasih yang tadi ke mereka.." kata bu kantin.
"Yaah gimana lagi bu. Mereka cewek, kasihan kalau disuruh ngantri panjang gini.."
Ibu kantin hanya tersenyum. Murid lain masih melihat kebodohan Fajar itu. Padahal dirinya sendiri sangat kelaparan, tapi ia memberikan pesannya ke orang lain lebih dahulu.
"Apaan kalian lihat-lihat? Pergi sono!" kata Fajar.
Setelah cukup lama, pesanannya pun jadi. Fajar langsung memakannya dengan cepat. Ia makan dengan sangat lahap. Ia pun kini menjadi kekenyangan.
"Bu berapa nasi gorengnya? Sama yang punya cewek dua tadi?" tanya Fajar.
"Jadi empat porsi ya? Kamu bayar tiga puluh ribu aja nak.."
"Hah?" Fajar kaget dan melihat papan harga yang ada di dinding kantin. Menghitung lagi semuanya, menekuk jarinya untuk menghitung.
"Ya harusnya lima puluh ribu dong bu. Seporsi sepuluh ribu, dan tadi empat. Es tehnya tiga sama yang buat mereka. Wah, ibunya nih kadang-kadang aneh.."
"Nasi goreng buat Andela dan Michelle tadi ibu gratiskan karena nak Fajar niat buat nolong mereka tadi. Jadi bayarnya selain itu aja.." kata ibu kantin tersenyum.
"Ohh, begitu. Jadi nggak enak aku bu. Hhehe. Kalau semua gratis gimana bu? Hhaha. Bercanda bu. Nih ya bu. Makasih.."
"Iya nak. Sama-sama.."
Fajar lalu kembali ke kelas. Tapi saat sampai di taman sekolah, ia melihat Ikhsan duduk sendiri di kursi taman.
"Loh? Ngapain tuh anak duduk sendiri disana? Hmm. Pasti galauin sesuatu nih. Biarin aja lah. Nggak peduli aku.." batin Fajar..
Tapi walau begitu, Fajar justru berjalan dan menemui si Ikhsan. Ia juga bingung kenapa bisa begitu, padahal dia tidak ada niat untuk itu..
~ Tunggu Part Selanjutnya ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar